Luna, kamu dimana?


                Hendy menarik selimutnya dengan cepat, saat ia tahu bahwa hari ini adalah malam jum’at kliwon. Kacamata besar itu kini telah ia letakan tepat di atas meja lampu tidurnya, Hendy menatap ruang kamarnya yang gelap takut kalau-kalau ada benda aneh yang nampak di hadapannya.
                “Hen... buka pintunya. Ini Mama.” Suara Mama Hendy di depan pintu kamar, sesekali wanita muda itu mengetuknya dengan kencang.
                “Hendy, bangun! Nanti kamu terlambat ke sekolah.” Kini suaranya semakin keras. Namun pria culun itu masih tetap dalam ketakutan kemudian ia membuka mata perlahan-lahan merasakan ada sesuatu yang tumpah di atas kasur.
               
Jregggg.. (suara Hendy membuka pintu kamar)

                “Ma, Hendy ngompol..” si culun berkata lirih. Wanita itu menggelengkan kepalanya, kemudian mencubit pipi si culun dengan keras.
                “Sudah besar masih ngompol aja sih, yaudah sana cepat mandi. Bis sekolah sedikit lagi sampai.” Mama Hendy seperti kewalahan, kemudian ia masuk ke kamar Hendy untuk membersihkan dan merapikan tempat tidur anak semata wayangnya itu.

.................

15 tahun kemudian..

                Hendy malang, si culun yang suka ngompol kini telah menjadi orang hebat. Siapa sangka Hendy dengan kacamata kudanya akan menjadi pengusaha sukses? Hendy yang suka ngompol kini menjadi pelopor sebuah pesantren. Beginilah nasib Hendy culun kini menjadi seorang Ustadz, Masya Allah sungguh semua atas kehendak Allah SWT.

                Hendy berusia 25 tahun, dengan gelar Sarjana Hukum dan Sarjana Pendidikan kini ia telah menduduki rating yang tidak di sangka-sangka. Di usianya yang masih sangat muda ia telah menjadi bapak bagi pesantrennya. Hendy bagaimana itu terjadi?
                “Saya sangat mencintai Mama saya, hingga akhirnya saya berusaha kuat untuk tidak mengompol lagi. Karena jika saya mengompol pasti Mama akan kerepotan.” Jelasnya pada rekan-rekannya yang lain.
                “Ahh, kamu bisa saja Hen.” Teman yang lain ikut menyuarakan pertemuan ini. Ini adalah Forum Kejar Sapa yang sengaja Hendy buat untuk mempererat tali persaudaraan sesama muslim.

Aula besar..

                Acara ini di hadiri oleh rekan-rekan Hendy mulai dari kaum dhuafa hingga pejabat semua hadir untuk menghadiri acara ini. Hendy celingukan menunggu sahabatnya, Gufron. Haji Gufron begitulah Hendy sering menyapa pria yang usianya jauh di atas Hendy. Dalam penantiannya, Hendy si culun mengambil beberapa gelas teh hangat untuk di bawa ke meja khusus. Ada beberapa santriwati dari pondok pesantren yang didirikan Hendy. Hendy tidak berani menatap mereka, setelah meletakkan beberapa gelas teh hangat ia pun segera kabur demi menjaga pandangannya.

                Hendy sangat gugup saat bertemu dengan para santriwati yang cantik dan baik akhlaknya, namun takdir berkata lain. Hendy yang buru-buru pergi kemudian bertabrakan dengan seorang santriwati berkerudung biru, dia adalah Luna. Seorang santriwati terbaik sepanjang tahun, karena kepandaiannya dalam menghafalkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan menafsirkan kesalah pahaman teman-temannya yang lain.
                “Subhanallah, maaf ana tidak sengaja.” Ucap Hendy memohon maaf dan tak sengaja mereka saling bertatapan, Masya Allah ke agungan cinta telah datang pada hati Hendy. Hendy terpana melihat kecantikan wajah Luna dan ke elokan yang terpancar dalam hati Luna.
                “Ya, akhi. Saya lah yang harusnya meminta maaf.” Ujar Luna. Kemudian wanita berkerudung biru itu pergi meninggalkan Hendy dan bergabung dengan ukhti lainnya.

Meja santriwati.

                “Wah, Luna tadi bertabrakan dengan pemilik pondok.” Ujar temannya.
                “Ah, kamu jangan menyebarkan api. Ini hanya ketidak sengajaan, lagipula tidak boleh menguak apapun yang belum tentu menjadi takdir kita.” Luna menenangkan kegaduhan temannya tersebut. Beberapa santriwati saling bertukar pandang, kemudian melempar senyum.
                “Sudah, ah..” Luna memikik malu.

***

                Pertemuan itu mungkin akan menjadi bagian awal dari kisah cinta mereka, karena Allah telah menuliskan kisah itu di atas sana. Dan mereka pun menikah setahun setelah peristiwa itu, Hendy melamar Luna dengan sangat hati-hati. Harap-harap cemas kemudian Luna menerima Hendy dengan ikhlas, merekapun menikah dan membina rumah tangga yang in syaa Allah sakinah, mawadah, warahma. Hendy dan Luna di karunia seorang putri cantik bernama Nafila.

                Tumbuh kembang Nafila adalah tujuan hidup seorang ibu seperti Luna, Luna yang cantik dan baik akhlaknya. Mereka seperti sepasang bunga sepatu yang sedang ranum, warnanya cerah kemerah-merahan laksana embun di pagi buta yang memberikan kesejukan tiap mata yang memandang. Semua orang turut senang atas keberhasilan mereka membina rumah tangga yang tentram dan penuh kasih sayang.

Di malam itu..

                Luna membawa segelas susu hangat untuk sang suami, ini adalah kebiasaan baik Luna di tengah malam. Dengan bertujuan untuk membangunkan sang suami agar segera sholat tahajud, Hendy sangat bangga memiliki istri sepintar Luna. Luna sangat mengerti bagaimana menjadi seorang istri ataupun seorang ibu bagi anaknya.
                “Abi, bangun dulu. Umi udah siapin susu hangat..” sapanya pelan namun terasa sampai kehati sang suami. Tangannya yang lembut menggerakan tubuh Hendy perlahan, si culun membuka matanya kemudian tersenyum.
                “Umi, udah disini aja.” Hendy mencubit manis pipi sang istri, ia pun duduk meminum segelas susu hangat.
                “Yaudah, sekarang Abi ambil wudhu dulu sana. Umi sholat di kamar belakang ya.” Luna kini berdiri hendak keluar dari kamar, kemudian wanita itu berhenti dan menundukkan kepalanya.
                “Umi, umi kenapa?” Hendy culun kebingungan melihat sang istri yang tiba-tiba berhenti membelakangi tubuhnya.
                “Abi, kepala Umi sakit.” Rintih sang istri. Hendy bergegas bangun dan menghampirinya, Luna berusaha menggeleng-gelengkan kepalanya dengan maksud bahwa semua akan baik-baik saja.
                “Sini, Umi duduk dulu. Biar Abi pijit kepalanya ya.”
                “Nggak, Abi. Umi gak apa apa kok. Yaudah sana Abi sholat dulu, Umi kan juga mau sholat.”
                “Nanti dulu Umi, kamu kan masih pusing. Abi tunggu deh sampai pusingnya hilang.” Ujar Hendy dengan cemas.
                “Bi, nanti jaga Nafila ya. Umi takut dia nangis, oh iya tahun depan kan Nafila udah bisa masuk TK. Abi pilihin yang paling bagus ya.” Luna terus memberikan pesan-pesan yang aneh, Hendy bingung mengapa istrinya menjadi khawatir seperti ini. Sedangkan hal seperti itu selalu mereka bahas bersama dan hari ini adalah kali pertamanya ia memberikan perintah kepada Hendy untuk melakukannya sendiri.
                “Udahlah, Umi kan lagi sakit. Hal seperti itu bisa kita bahas di lain waktu. Lagipula Nafila kan masih tahun depan sekolahnya. Kamu jangan khawatir, Abi pasti memberikan yang terbaik buat Nafila.” Hendy berusaha menyudahi pembicaraan ini.
                “Tapi, Abi.. ini hal penting. Kalo...”
                “Udah ya, Umi sekarang wudhu. Abi juga wudhu ya.. kita solat tahajud.” Hendy akhirnya menghentikan pembicaraan itu, Luna tersenyum dan mencium tangan suaminya. Hendy mencium kening Luna dengan penuh kasih sayang. Namun dibalik itu semua, Luna meneteskan air mata. Entah air mata apa, Hendy tidak menyaksikan air mata yang telah jatuh di wajah sang istri.

Assalamu’alaikum Warahmatullah..
Assalamu’alaikum Warahmatullah..

                Hendy menyelesaikan sholat malamnya, kemudian berdoa dan memohon ampun atas dosa-dosa yang telah dirinya dan keluarganya perbuat. Hendy melipat sajadahnya, kemudian mengembalikannya ke tempat semula.

                “Umi, Abi udah selesai.” Hendy berseru kembali menatap tempat tidur yang kosong, tidak ada Luna. Hendy hampir khawatir namun dia tetap berusaha untuk tidak panik, mungkin sang istri belum selesai berdoa. Bukankah sudah biasa bila Luna berdoa agak larut? Maka Hendy memutuskan untuk menunggu sejenak, dan membaringkan diri ke tempat tidur. Matanya sayup-sayup kemudian tertidur.

30 Menit kemudian...

                Hendy terbangun dan kaget bahwa jam telah menunjukkan di angkat 4, sebentar lagi adzan. Fikirnya.. namun sang istri tidak ada di sampingnya. Kini Hendy benar-benar takut, rasa cemas itu menjalar hingga Hendy berlari ke kamar belakang.
                “Umi...” ketuk Hendy. Biasanya sang istri membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, namun tidak ada suara siapapun di dalam sana.
                “Umi... ini Abi. Kamu tidur di dalam?” tanya Hendy lagi.
                “Luna...” kini Hendy cemas.
                “Luna, kamu dimana?”
                “Luna, kamu di dalam?”
Hendy membuka pintu kamar tersebut dan tidak ada satu orang pun disana. Hendy panik bukan kepalang, sang istri tidak ada di kamar belakang. Ia pun menyusuri dapur, namun ruangan itu pun kosong.
                “Luna, kamu dimana?”
                “Luna...” Hendy terdiam dan mengingat-ingat. Pria itu membuka pintu kamar mandi yang ada di kamarnya.
                “ASTAGFIRULLAH.. UMI...” Hendy berteriak hebat, Nafila terbangun dan berlari menuju sang ayah.
                “Abi, umi kenapa?” tanyanya polos. Hendy membawa Luna ke atas pangkuannya.
                “Umi sayang, bangun.”
                “Umi, ini Abi dan Nafila..”


Sehari kemudian..

                Semua orang memeluk tubuh si culun, memberikan ucapan turut berduka cita atas kepergiaan sang istri tercinta. Luna yang cantik dan baik akhlaknya harus kembali kepada sang pencipta, ia mengalami cidera hebat karena terjatuh di kamar mandi. Luna migran  malam itu, Hendy hanya bisa meratapi pusara sang istri. Menaburkan bunga tujuh rupa, kemudian mencium batu nisan yang terpampang jelas nama yang tidak pernah ia mimpikan akan pergi secepat itu.

                Nafila cantik ikut menangis namun ia belum mengerti, kini Hendy harus mengikhlaskan kepergian sang istri yang tidak pernah disangka-sangka kepergiaannya. Hendy menyesal karena malam itu ia tidak mendengarkan apa yang ingin Luna katakan kepadanya. Hendy menyesal karena tak membiarkan sang istri bersamanya lebih lama, mendengarkan ketakutan yang sebenarnya sedang Luna rasakan. Ia menyesal tidak merasakan kekhawatiran dan cinta Luna yang begitu besar terhadapnya. Namun apalah arti penyesalan itu? Ini adalah takdir yang telah Allah tetapkan. Keputusan terhebat dan kebijakan yang paling bijak adalah ketetapan dari sang Khalik.

                Hari mulai gelap, Hendy menggendong putri kecilnya dan meninggalkan pusara itu. Melangkah ke depan dan semakin jauh dari jasad sang istri.

Hendy yang aku cinta.
Berat rasanya saat aku mengetahui bahwa kita akan berpisah.
Namun ini adalah jalan yang harus kita tempuh.
Allah telah memberikan kita nikmat yang banyak kemudian Allah pula akan mengambilnya.
Hendy, cinta dan kasih sayangku kepada dirimu dan putri kita adalah cinta yang tidak akan pernah putus. Kelak nanti, saat Fila besar jadikanlah dia anak yang shalihah.

Hendy.. malam itu aku ingin mengatakan ke khawatirkan ku..
Namun, aku tidak mungkin mampu melihat ketakutan di wajahmu.

Meskipun aku akan pergi, aku ingin dirimu selalu bangun untuk solat malam.
Nafila akan membangunkan mu dan akan membuatkan mu susu hangat.

Abi, begitulah aku memanggil mu. Sebagai sang suami kau telah memberikan yang terbaik untukku.
Memenuhi hak ku, dan menjaga kehormatanku.
Aku mengagumi mu sampai kapanpun..

Kelak kita akan bertemu di surga nanti, dipersatukan dalam ikatan yang abadi.
Jangan bersedih, tetaplah berjalan ke depan.
Bahwa kebahagiaan akan selalu menyertai hati mu yang bersih.

Didik anak kita menjadi cantik akhlaknya.

Umi.. itulah yang sering kau ucapkan padaku.
Mungkin malam ini, kamu akan memanggil namaku dengan rasa khawatir.
Maafkan aku Abi.. aku harus pergi terlebih dahulu.
Kamu harus tetap semangat dan mencari ridho Allah SWT.

Dari Umi yang menunggu mu di surga kelak.


                Kertas itu terpampang cantik di tengah bingkai berwarna coklat muda, Hendy memandangnya setiap malam. Kini putrinya yang shalihah telah menikah dengan anak sahabatnya sendiri. Nafila memiliki seorang jagoan kecil yang tangguh, Hendy sangat mencintai cucunya itu. Dan berdoa agar kelak menjadi anak yang membanggakan, hari-hari berlalu hingga tak terasa bahwa waktu telah siap untuk menjemput sang kakek.

                Hendy meninggalkan Nafila dan keluarganya, ia wafat dalam keadaan khusnul khatimah. Tersirat senyum bahagia yang terpampang jelas di wajahnya.


“Abi, kini Abi telah tenang. Karena telah di pertemukan dengan Umi di surga sana. Semoga Abi dan Umi menjadi cinta yang abadi seperti halnya aku yang mengharapkan suamiku sebagai kekasihku di dunia dan di akhirat kelak. Abi... Umi.. Nafila mencintai kalian berdua.”

-End-


Luna dimana kamu?
Waktu terus berlalu menghabiskan setiap jiwa yang hidup.
Waktu mengikis usia kita yang tersisa.
Hendy si culun berubah menjadi sukses.
Bertemu dengan jodohnya, kemudian sang kekasih hati harus pergi terlebih dahulu.
Waktu yang dihabiskan bersama kini harus terhenti, karena begitulah hidup.

Betapa tak terasa berapa banyak waktu yang telah habis.
Berapa banyak kesempatan yang telah kita sia-siakan.
Namun, waktu akan terus berjalan hingga sang maut menjemput kita.

Sama halnya dengan Hendy, kini Hendy kecil menjadi seorang kakek. Kemanakah usianya saat muda? Bahkan semua seperti mimpi, tak terasa. Benar... karena waktu memakan habis rasa itu, karena waktu membuat kita lupa bahwa semua hanyalah titipan. Sekalipun itu adalah usia.

Suatu hari kita akan bersedih.. dan di waktu yang lain kita akan bahagia.. kemudian kita bersedih dan begitulah seterusnya. Roda kehidupan berputar-putar hingga sang pemain lupa bahwa ia ada di atas dan di bawah dalam waktu yang bersamaan. Masya Allah sungguh Allah Maha Besar.

Ukhti dan Akhi.. masih adakah waktu yang membuat kita menjadi lengah?
Bermain hingga larut malam..
Tertawa-tawa bersama teman-teman..
Sedangkan kain kafan kita sedang di tenun..

Nongkrong bareng katanya asik.. padahal waktu telah menghabiskan rasa itu.
Ngerokok katanya oke.. dan waktu telah membakar habis kesehatan mu.
Tertawa bersama teman menghilangkan kepenatan..
Bergadang hingga larut.. dan kain kafan itu terus di tenun...

Hingga tidak ada lagi kata-kata yang bisa kita ucapkan saat sang pemilik meminta kita mengembalikan apa yang bukan hak kita.

Harta habis..
Sehat pun habis..
Waktu pun habis.. dan itulah akhir dari perjalanan hidup kita.

Berjalanlah seperti seorang pemain sirkus yang berada di sebuah tali.
Ia akan terus berhati-hati, konsentrasi, seimbang, dan sesekali melihat kesekeliling untuk memastikan bahwa semua baik-baik saja.

Jangan biarkan waktu kita habis oleh kesenangan yang sementara.
Akhi.. belajarlah dari Nabi besar kita Muhammad SAW.
Bahwa beliau menghabiskan malamnya dengan berdoa kepada Allah SWT, bukan menghabiskan malamnya dengan canda tawa dan hura-hura.

Dunia hanyalah tempat kita berpijak. Bukan tempat kita untuk menetap. Anggaplah bahwa semua hanyalah titipan semata, jika diambil maka ikhlaskan lah.
Dan janganlah bermain-main dengan waktu, maka kamu akan kehabisan segalanya.
Kita mungkin berhenti.. namun waktu tidak.
Kita mungkin tertawa.. namun waktu tidak.
Kita mungkin berhura-hura.. namun waktu tidak.

Waktulah yang akan memberhentikan mu, menghentikan tawamu, menghentikan hura-hura mu.
Waktulah yang akan memakan habis semua usiamu, keluargamu dan ketidakpedulian mu terhadap kebaikan.

Waktu terus berjalan, dan memang tidak terasa.

Seorang bayi akan tumbuh menjadi anak-anak, anak-anak menjadi remaja, remaja menjadi dewasa kemudian tua. Lalu bagaimana dengan orang tua mereka? begitulah.. semua berulang-ulang.

Sahabatku sadarlah.. bahwa waktu kita sangatlah terbatas.
Gunakanlah sisa hidup kita dengan perbuatan yang baik lagi bermanfaatan.
Jangan biarkan nafsu dunia menyeret mu ke dalam neraka yang paling dalam.

Rasakan dalam-dalam kalimat ini.


Berapa Ramai Manusia Yang Masih Hidup dalam Kelalaian
Sedangkan, Kain Kafannya sedang di Tenun.

Imam As-Syafie



Created by :
Syafira Amelia      
22 November 2014
19:20


Komentar

Postingan Populer